Senin, 17 Februari 2014

AIR MATA SANG JAWARA

Tak terasa air mata pun menetes membasahi pipi Umar. Wajahnya yang garang itu tiba-tiba berubah begitu sendu. Seolah-olah sifat keberanian Umar hilang tertutupi kasih sayang tulus seorang kakak terhadap adik tercintanya .
Disaat penindasan dan penistaan dari kaum kafir Quraisy terhadap kaum muslimin semakin hari semakin berat. Hati Rasulullah s.a.w makin terenyuh. Betapa terkoyak-koyak hati beliau melihat dan menyaksikan beratnya penderitaan yang di alami sahabat-sahabatnya tercinta beliau karena berbagai penyiksaan yang di luar batas ke manusiaan dari pihak kaum kafir Quraisy. Namun beliau s.a.w hanya dapat bersabar dan membesaran hati sahabat-sahabatnya untuk senantiasa tegar dan menanti kemuliaan agung yang Allah s.w.t janjikan bagi umat islam.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah s.a.w dengan sepenuh hati bermunajat kepada Allah s.w.t, "Ya Allah, kokohkan lah Islam dengan salah seorang dari dua'Umar yang paling engkau cintai: Umar bin khatab atau Umar bin Hisyam." Rupanya yang paling di cintai Allah dari keduanya Umar bin Khatab r.a.

Sebelum Islam, Sayidina Umar termasuk orang yang peling keras, permusuhan terhadap kaum muslimin. Ia terkenal sebagai orang yang tempere mental dan sangat menjunjung sikap akan harga diri yang tinggi. Sayidina Umar adalah sosok yang sangat di segani karena kekuatan dan kekerasan jiwanya. Sejak muda ia sudah mewarisi sikap keras dan bahkan kasar dari ayahnya, kemudian di dukung pula tubuhnya yang kekar dan kuat.

Sayidina Umar sangat terkenal jago gulat yang tiada tanding dan bandingannya. Ia adalah jawara gulat di pasar ukaz yang sangat di takuti. Kemanapun dia mendatangi suatu tempat, orang-orang yang melihatnya dengan segera cepet-cepet memberinya jalan. Selain di segani karena ke jawaraanya yang tiada tanding, Sayidina umar juga terkenal sebagai pemerhati sastra yang di hormati. Antusiasmenya terhadap puisi sangat tinggi. Ia juga suka mendengarkan para penyair membaca puisi di ukaz dan di tempat-tempat lain. Banyak syair yang di hapalnya.

Selain itu, pengetahuannya yang menonjol mengenai silsilah orang-orang Arab yang di pelajarinya dari ayahnya telah pula menjadikannya orng terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali dan pandai berbicara. Karene semua itulah, ia sering pergi menjadi utusan Quraisy kepada kabilah-kabilah lain.

Begitulah kehidupan Umar pada zaman jahiliyah. Karena kelebihan yang di milikinya, Sayidina Umar telah menjadi tokoh Quraisy yang sangat di takuti. Tidak ada orang berani menentangnya bahkan dari kalangannya sendiri. Hal inilah yang membuat nabi s.a.w sangat merindukan sosok Sayidina Umar hadir di tengah-tengah kaum muslimin. Nabi s.a.w pun mendoakannya agar mendapat hidayah dari Allah s.w.t dan kelak menjadi pelindung bagi kaum muslimin yang tengah di dera derita dan lara yang tiada terperi dan terkira, agar duka segera berganti ceria dan lara berganti senyum bahagia.

Cahaya Kebenaran

Doa tulus dan penuh harap itu pun di dengar oleh Allah s.w.t. Perlahan tapi pasti cahaya kebenaran mulai masuk ke relung hati Sayidina Umar r.a. Puncaknya adalah ketika kegalauan dan ke putus asaan semakin dalam meyelimuti relung sanubarinya. Hatinya di landa amarah yang semakin bergejolak dan mendidih melihat dari hari ke hari sanak kerabat dan orang-orang sekitarnya semakin banyak yang meninggalkan kepercayaan nenek moyang yang selam itu di anutnya.

Setiap hari ia memikirka jalan untuk "Menyelamatkan" mereka dari keadaan demikian. Namun, langkahnya semakin terasa sia-sia dan semakin sempit saja ruang gerak untuk mengembalikan mereka kepada agama nenek moyang. Berbagai intimidasi dan penyiksaan telah di lakukan, namun bukan hasil yang di dapatkan, justru ia melihat benteng keimanan kaum muslimin semakin kukuh menjulang di depan matanya.

Pada puncaknya ketika amarahnya sudah tidak lagi di bendung, Umar berpendapat bahwa keadaan seperti itu hanya bisa di akhiri dengan membunuh Muhamad s.a.w. Karena, menurutnya selama Muhamad s.a.w masih ada, Quraisy tidak pernah akan bersatu.

Sebenarnya, di luar gejolak amarah dan dendamnya yang semakin mendidih dari hari ke hari, jauh dari lubuk sanubarinya, ada perasaan berkecamuk yang sangat kontras dengan sikap lahiriyahny. Yakni antara keharusan menghormati tatanan adat yang ada di buat oleh nenek moyangnya dan kekagumannya terhadap mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga aqidah mereka, serta berbagai keraguan lain dalam dirinya, sebagai seoarang cendikiawan, ia beranggapan bahwa apa yang di seru oleh islam bisa saja lebih agung dan suci dari selainnya.

Perasaan itu muncul ketika, pada suatu malam, Umar bermalam di luar rumahnya. Ia pergi menuju Al haram dan sengaja masuk ke dalam tirai Kabah. Saat itu nabi s.a.w tengah berdiri melakukan sholat dan membaca surah Al-Haqqoh. Pemandangan itu di manfaatkan oleh Umar untuk mendengarkannya dan mencari tahu apa sebenarnya yang di lakukan oleh nabi s.a.w.

Di kala mendengar lantunan firman Allah s.w.t yang teramat merdu dari lisan mulia Rasulullah s.a.w, tampa di sadari Umar sangat terkesan dengan susunannya.

Ia pun berguman, "Demi Allah, ini adalah tukang syair sebagai mana yang di katakan oleh orang-orang Quraisy".

Lalu nabi s.a.w membaca, 'innahu laqaulu rosulin karim. wa ma huwa biqauli sya'ir qolilan ma tu minun - Sesungguhnya Alqur'an itu adalah benar-benar wahyu (wahyu Allah yang di turunkan kepada-kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur'an itu bukanlah perkataan orang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya". (QS Al Haqqoh; 40-41).

Umar berguman lagi, "ini adalah ucapan tukang tenung,"

Nabi s.a.w pun meneruskan bacaannya, "Wa la biqauli kahin qalilan ma tadzakarun Tanzilun min rabbil 'alamin...(dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang di turunkan dari rabb semesta alam...)", hingga akhir surat tersebut. Sejak itulah sinar islam mulai merasuk kedalam sanubari Sayidina Umar.

Lebih Mengagetkan

Namun, amarah dan kebimbangan, yang ia sendiri tak mampu menjawab dan mengembalikannya, masih meliputi hatinya. Setelah mengambil kesimpulan bahwa membunuh nabi s.a.w adalah jalan terakhir, Umar pun keluar dari rumahnya untuk membunuh nabi Muhamad. Ditangannya sebilah pedang nan putih berkilauan terhunus. Yang ada dalam benaknya hanyalah, "membunuh Muhamad harus mati!".

belum lagi berjalan dari rumahnya, Umar bertemu nu'aim bin abdullah An nahham al adawi.

Nu'aim berkata kepadanya, "Hendak kemana wahai kamu Umar?".

Dengan nada keras Umar menjawab, "Aku akan membunuh Muhamad!".

"Kalau Muhamad engkau bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?".

"Menurutku sekarang ini engkau telah menjadi murtad dan keluar dari agama nenek moyangmu!!".

Mendengar itu, Nu'aim berkata, "Maukah aku tunjukan padamu, yang lebih mengagetkanmulagi, wahai Umar?".

"Katakan padaku!!".

"Sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah menjadi penganut islam dan meninggalkan agama nenek moyang mereka berdua selama ini!".

Mendengar hal itu, Umar ibarat mendengar petir di siang bolong. Amarahnya semakin tak tertahan dan memuncak. Betapa tidak, sebagai itu hebatnya usahanya untuk melindungi orang-orang dari meninggalkan agama nenek moyang, ternyata adik tercintanya yang sangat di sayanginya selama ini justru sudah berpaling dari agamanya dan mengikuti agama Muhamad s.a.w, yang hari itu akan di bunuhnya.

Ia pun mengurungkan langkahnya untuk menuju rumah nabi s.a.w dan secepat kilat menuju rumah adiknya dengan wajah sangar dan garam.

Adik yang paling di cintainya

Sesampainya di rumah adiknya, Fathimah bin Khottob, Umar segera masuk ke dalam rumah Fathimah dan suaminya, Sa'ad bin Zaid, tengah mendengar bacaan Al'quran dari Khabbab bin Arat, yang sengaja rutin datang untuk mengajarkan Al'quran kepada keduanya. Mendengar langkah Umar datang dengan ekspresi kemarahan yang luar biasa, Khabbab dengan serta merta bersembunyi.

Lalu Umar menanyakan suara yang sempat di dengarnya dari luar pintu.

Melihat dan mengetahui kakaknya datang dengan kalap dan kobaran amarah di raut wajahnya. Fathimah segera mengambil lembaran-lembaran yang berisi ayat-ayat Al'quran dan segera menyembunyikannya ke dalam sakunya.

Ketika mendekati rumah, sebenarnya Umar telah mendengar bacaan Khabbab terhadap mereka berdua, karena saat mereka masuk langsung bertanya, "Apa gerangan suara bisik-bisik yang aku dengar daro kalian tadi?!!"
Keduanya menjawab, "Tidak, hanya perbincangan antara kami."

"Demi tuhan, aku mendengar kalian berdua sudah menjadi penganut agama Muhamad!!" Kata Umar dengan kerasnya.

Mendengar itu, Sa'ad iparnya, berkata, "Wahai Umar, bagaimana pendapatmu, jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?."

Mendengar ucapan itu, Umar langsung melompat dan menerjang adik iparnya itu hingga jatuh dan terjungkal ke lantai. Tak cukup itu saja, Umar pun menginjak-nginjak Sa'ad hingga terlungkup dan terkulai tak berdaya di atas lantai.

Menyaksikan suaminya di perlakukan seperti itu, tampa ragu Fathimah pun menubruk kakaknya Umar, bermaksud menghalangi agar menghentikan perlakuan kasarnya terhadap suami tercintanya.

Namun apalah daya, ia terlalu lemah untuk menghalangi tubuh Umar, yang begitu kuat.

Bahkan, "plak plak !!" justru tamparan Umar dengan sangat kerasnya melayang tepat di wajah Fathimah nan putih itu.

Wajah cantik berseri itu seketika itu menjadi merah memar. Darah pun mengalir dari sela-sela bibir Fathimah yang telah basah dengan deraian air mata.

Dalam kondisi seperti itu, dengan isak tangis dan tetesan air mata, dari bibir Fathimah keluar ucapan bahwa benar mereka berdua telah menjadi pengikut agama Muhamad s.a.w. Keduanya kemudian mempersilahkan Umar untuk memperbuat apapun terhadap mereka berdua sesuka hatinya.

Fathimah adalah adik yang paling di cintai dan di sayangi Umar. Sejak kecil Umarlah tempat tumpuan manja Fathimah dan Umar pun teramat besar perhatiannya terhadapnya. Umar senantiasa membuat adiknya tersenyum. Tak boleh ada seorangpun yang di biarkannya meneteskan air mata meski hanya setetes.

Namun, saat itu, di hadapannya, dan bahkan dengan tangannya sendiri, Fathimah di buat menangis. Bahkan, tangannya sudah membuat wajah adik tercintanya itu berdarah.

Tangan Umar pun bergeter. Seribu sesal datang menghampirinya.

"Umar, engkau telah menampar adik kesayanganmu dengan tanganmu sendiri!!" teriaknya dalam hati.

"Adikku Fathimah...!!!" benak Umar semakin di hinggapi rasa bersalah yang tak pernah di rasakan sebelumnya.

Tak terasa, air mata pun menetes membasahi pipi Umar. Wajah Umar yang garang itu tiba-tiba berubah menjadi sendu. Seolah-olah semua sifat keberaniannya Umar hilang tertutupi kasih sayang tulus seorang kakak terhadap adik tercintanya

Ingin rasanya Umar segera memeluk Fathimah, yang terus berderaian air mata sambil memeluk suaminya erat-erat. Namun, perasaan yang ada di benaknya itu, gengsi demi menjaga "kewibawaan", telah mencegah tubuhnya untuk bergerak memeluk sang adik.

Surat Thoha
"Berikan kepadaku lembaran yang engkau baca tadi... agar aku dapat melihat apa yang di bawa muhamad hingga adikku ini mengikutinya". kata Umar

"Tidak, kami takut engkau bersikap kasar terhadapnya (Muhamad s.a.w)....," jawab Fathimah.

Kemudian Umar pun berkata "Sungguh janganlah engkau takut dan khawati, wahai adikku. Aku tidak akan berbuat sesuatu apapun terhadapnya (Muhamad s.a.w) " Dan Umar pun kemudian bersumpah dengan menyebut barhala-berhalanya bahwa ia juga akan mengembalikan tulisan tersebut setelah di baca.

Setelah yakin dengan sumpah Umar, timbullah keinginan di hati Fathimah agar kakaknya masuk islam. Maka ia pun berkata, "wahai saudaraku, sesungguhnya engkau najis dalam ke syirikanmu, sedangkan lembaran ini tidak boleh di sentuh, kecuali orang-orang yang suci. Karna itu mandi lah terlebih dahulu sebelum engkau menyentuh lembaran ini bila ingin membacanya."

Umar pun mengikuti saja, apa yang di katakan adiknya. Ia langsung mandi.

Setelah Umar selesai mandi, Fathimah memberikan shahifah lembaran itu kepada Umar. Ternyata lembaran Al qur'an, itu adalah surah Thoha.

Umarpun mulai membacanya, yang artinya, "Thoha .. kami tidak menurunkan Al qur'an ini kepadamu agar engkau menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah yang di turunkan dari Allah, yang menciptakan bumi langit, yang tinggi. Yakni Tuhan yang maha pemurah, yang berada di atas arsy. Kepunyaanlah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada kedua di antaranya, dan semua yang ada di bawah tanah. dan jika engkau mengeraskan perkataanmu, sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dia lah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia mempunyai Asma Ul husna (nama-nama yang Agung lagi baik dan indah)." -Q.S Thoha; 1-8.

Setelah membacanya, Umar pun menyerahkannya kembali kepada Fathimah.

"Alangkah indahnya dan mulianya kalam ini..." kata Umar.

Mendengar perkataan Umar sedemikian itu, Khabab pun keluar dari persembunyiannya dan berkata kepada Umar, "Wahai Umar, demi Allah, sungguh aku sangat mengharapkan engkau menjadi orang yang di istimewakan Allah s.w.t, "Ya Allah, kokohkanlah islam ini dengan salah seorang dari dua, Umar yang paling engkau cintai: Umar bin Khatab atau Amr bin Hisyam.' Karena itu ...bertaqwalah engkau kepada Allah s.w.t wahai Umar....."

Mendengar itu, Umar pun lalu berkata, "Wahai Khabab, tunjukanlah padaku di mana Muhamad berada. Aku mau masuk islam "

Khabab pun segera membawa Umar menemui Rasulullah s.a.w.

Dihadapan Rasulullah s.a.w, Umar pun mengikrarkan dua kalimat syahadat. Nabi s.a.w pun bertakbirdi ikuti segenap sahabatnya yang kala itu bersama beliau s.a.w.

Sejak saat itu, rumah-rumah kaum muslimin di penuhi senyum kebahagiaan.

-------Baca juga

NUR MUHAMAD



Tidak ada komentar:

Posting Komentar